Ketika Langit Mengelabu

00.38

Ketika langit mengelabu, guntur mulai beriringan sahut menyahut. Tapi dia tak kunjung datang. Ku hentikan langkahku pagi ini. Tepat di depan pintu, kuingat masa-masa itu, mengantarmu pulang hingga hilang depan gerbang. Kembali lagi  tenggelam dalam lamunan.

Satu per satu lembaran memori dibuka. Usaha mencari potongan peristiwa yang tak sengaja terselip di antara segudang tumpukan ingatan ternyata cukup sulit. Semua sudah dibongkar habis, yang terlihat hanya buku-buku putih dengan goresan hitam. Masih ingat betul aku tuliskan itu dengan tinta merah. Jikalau hendak ulang membaca, maka tak perlu kerja rodi menemukannya. Merah tentunya menyala. Kuduga-duga, namun tak kunjung ada.

Mungkin terlalu lama, hingga tak terlihat lagi rimbanya. Saksi bisu pun tak berdaya, terpenjara dalam keheningan. Tercekat, sel darah ini membabi buta, berdesak desakan naik ke otak. Pasukan oksigen memaksaku, menggeledah kembali tiap ruangnya. Malah tiap celah. Daya semakin menurun, kemudian mereka pergi dengan kibaran bendera putih. Tanpa bersalah dengan isi kepalaku yang berserakan.


Tatapan lurus seketika berbelok, menabrak dinding realita. Wajah pucat pasih pasca penyerangan tadi, ternyata telah diselimuti air dari pelupuk mata. Hari ini masih terlalu mendung untuk mengeringkannya. Aku lupa. Aku lupa padamu dan hal itu. Sampai hati, harus kukabarkan hal itu pada masa lalu. Hampir semuanya, kecuali jejak kepergianmu di depan pintu. Saat ini, saat itu, tepat pada waktu yang sama.     

You Might Also Like

0 comments