Anti Pura-pura Club

14.19


Assalamu’alaikum…
Hai temen-temen sekalian, apa kabar puasanya hari ini ? Semoga kita senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT, dari godaan setan yang terkutuk, yang sibuk ngerayu-rayu buat batalin puasa atau yang sibuk bergelayutan di bulu mata, biar kitanya tidurrr seharian, trus jadi mager, bahkan sampe nggak sholat. Naudzubillah…

Nggak terasa banget ini udah puasa hari ke-14. Sebenernya aku ingin dan sangat ingin sekali menyapa penduduk blog dari hari pertama puasa kemaren, tapi apalah daya jadwal pemotretan padat, jadi aku belum sempet. Nggak ding becanda doang gua sis haha.. Yang benernya itu, akunya belom bisa bagi waktu dengan baik, ditambah ada beberapa hal yang buat aku jadi hactic, ya alhasil… belom sempatlah aku menulis di blog.

Hari ini aku pengen banget bahas satu tema, yang dari dulu sampe sekarang orang-orang masih suka banget ngomong dengan menyelipkan kata-kata ini. For example :

“Jangan lupa makan ya, pura-pura bahagia itu butuh energi loh…”

Yes, pura-pura bahagia.

Apakah kamu termasuk golongan orang yang suka nulis hashtag #purapurabahagia atau #purapurastrong atau bisa juga #purapuratangguh. Well, I never hate people who had been doing that, but a big question in my head for them  is Are you guys Okay ? Did something happen to you ?
Kalo kalian jadi aku, apa kalian bakal mikir hal yang sama ?

Menurut KBBI, kata pura-pura itu berarti ‘tidak sesungguhnya’. Ya kalo kita bilang, pura-pura bahagia, berarti sebenernya kita nggak bahagia dong, kita cuma pura-pura aja terlihat bahagia. Sama kayak kita yang bilang, pura-pura strong, berarti sebenernya kita juga nggak strong, tapi cuma pura-pura aja terlihat strong.

Teman-temanku yang budiman, sebenernya buat apa sih kita harus pakai kata pura-pura ? Ditambah lagi kita tulis itu di sosial media kita pribadi, buat apa ? Biar orang-orang tau, bahwasannya kita hanya pura-pura, dan sebenernya kita rapuh di dalam. Kalau alasannya adalah hanya untuk menghibur diri dan gak serius, menurut aku pribadi, itu gak worth it. Kenapa ? Karena hal itu bisa ngaruh sama psikologi kita dan pikiran orang-orang lain yang ngeliat atau ngebaca itu. 

Pertama, mungkin ini keliatannya sederhana, misalnya sering pakai kata pura-pura dalam berbagai hal. Bakal ter-mindset di otak kita, bahwa apa yang kita share ke orang lain itu bukan diri kita sendiri, tapi diri kita yang pura-pura. Lah… semuanya jadi dipura-purain, entar kalo sakit, kita malah dibilang pura-pura juga kan berabe… :”(  

Kedua, kita yang sudah terlanjur suka sama kata pura-pura, bakal nggak sadar kalo ternyata pura-pura ini sudah merepsentasikan diri kita yang sebaliknya. Misalnya pura-pura bahagia, berarti sebaliknya kita ini cenderung nggak bahagia. Kita berdiri di balik benteng pura-pura, kita yang sebenernya lagi sedih atau malah lagi rapuh-rapuhnya cenderung memilih bersembunyi. 

Ketiga, kita yang sudah terlanjur atau terbiasa mengkampanyekan pura-pura bahagia tadi, juga bakal secara langsung dicerca dengan kalimat-kalimat, “Semangat…” atau “Kamu kenapa ? Semangat ya…”. Kita pasti bakal dapet kalimat-kalimat kayak gitu, karena orang-orang tadi juga udah terlanjur mikir kita ini hanya pura-pura bahagia, kita butuh semangat dan disemangatin atau malah ada yang mikir, ada yang nggak beres dengan diri kita. Mungkin sebagian dari kalian ada yang mikir lebay, but who knows ? Kalo keseringan bisa jadi sampe kek gitu loh, atau bisa jadi ada orang yang mikir kalo hidup kita lagi banyak masalah, sampe mumet banget, sampe buat bahagia aja harus pura-pura. Itu semua bisa terjadi :”(

Nah.. kita yang punya kebiasaan begini, coba deh kita telaah lagi, sebenernya buat apa sih kita berpura-pura ? Supaya apa ? Supaya disemangatin ? atau supaya orang-orang melihat kita cukup kuat dan bahagia ? Well, kata pura-pura itu udah merepresentasikan diri kita yang, “sebenernya nggak” guys. Sebenernya nggak bahagia. Kalo untuk disemangatin atau hanya untuk menyemangati diri, ada banyak cara selain berpura-pura ya guys. Jangan sampe kata pura-pura berhasil ngebunuh hati dan pikiran kita, sampe-sampe apapun yang kita lakuin, atau bagaimanapun kondisi kita, landasannya adalah berpura-pura. Kan sedih… :”(

Be our self.

Manusia itu memang lemah, karena yang Maha Kuat itu hanya Allah SWT. Sah-sah aja, kalo kita bisa sedih, nangis, kecewa, bahkan marah sekalipun. That’s okay, it’s human being. Semua dari kita diperbolehkan untuk itu, asalkan satu, “Nggak berlebihan” J

Kita juga butuh mengeluarkan apa yang ada dalam hati kita supaya nggak stress. Entah itu kesedihan, kekecewaan, ataupun kemarahan, boleh-boleh aja dikeluarkan, asalkan tadi, nggak berlebihan. But by the way, jangan marah-marah, atau nangis-nangis di sosial media ya, ntar malah orang jadinya salah fokus :”D wkwkwkwk

Ada banyak cara untuk melampiaskan semua itu, mungkin salah satunya adalah sharing sama orang terdekat, minta pendapatnya, atau hang out bareng temen-temen dekat sembari melepas penat atau ngedengerin ceramah ustadz dan ustadzah di youtube, dan hal-hal positif lainnya. Kan itu bentuk pelampiasan yang positif dan terapi yang baik buat diri kita sendiri. Terapi yang bisa menguatkan dan menyatukan puing-puing hati yang udah keburu pecah tadi. Hal-hal positif ini yang bisa ngebangun diri kita, dan secara nggak langsung buat kita jadi happy lagi. Pastinya menghindarkan diri kita dari penyakit pura-pura. J

Kan bahaya, kalo kita udah nggak bisa bedain, sebenernya sekarang kita ini bahagia beneran atau cuma pura-pura aja ? Atau sebenernya kita ini butuh bantuan orang lain atau ngerasa bisa nyelesain semuanya sendiri.  Bahaya ya kannn…..

Nggak ada yang perlu dipura-purakan, Bahagia, ya bahagia aja. Sedih, ya sedih aja. Marah, ya marah aja. But once more I said, “jangan berlebihan dan tetaplah pada jalurnya”. Nggak ada untungnya juga kita berpura-pura, entar saking seringnya pura-pura, orang-orang di sekitar nggak tau lagi kalo kita sebenernya lagi sedih banget atau malah lagi butuh bantuan banget. Kan berabe…. :"(

Apa yang buat kita harus berpura-pura ? toh.. hati ini Allah yang kasih. Sifat kita yang perasa, atau malah mungkin ada yang sensitive banget, it’s okay, asal itu tadi diinget, “jangan berlebihan dan tetaplah pada jalurnya”. Kita yang mengarahkan diri kita mau kemana. Perbanyak bersyukur, insyaa Allah kita bakal terhindar dari penyakit pura-pura ini. Satu lagi, manusia itu makhluk sosial. Jangan terus-terusan mikir kalo kita bisa ngerjain segala sesuatunya sendiri. Kita ini tetap butuh orang lain, walaupun hanya sebagai tempat kita bercerita. Sebelum itu, pastinya kita punya Allah SWT yang selalu siap 24 jam buat dengerin kita. Dan di hadapan Allah juga jangan pura-pura ya, ntar Allah nggak mau bantu :”)  Kalo kurang nyaman atau ngerasa nggak ada orang yang bisa bantu dan nyelesain masalah kita, kan Allah selalu ada. Setelah curhat sama Allah dan serahin semuanya hanya ke Allah, pasti kita bakal jadi lega dan nggak akan pura-pura lagi. Karena hatinya udah plonggg…. :”D

Jadi begitu ya saudara-saudara, semoga tulisan ini bisa jadi reminder buat aku pribadi dan buat kalian semua yang baca.

Maaf kalo ada kata-kata yang salah ya. Inget, jangan pura-pura lagi :)
Stay Gold, teman J

Opini

Kartini Millenial : Bukan Hanya Publisitas, tapi Kesadaran Peran

15.46

Assalamu'alaikum.....
Hai semua !
Kalo kemarin aku menceritakan kegalauan tentang 'mau ngapain setelah wisuda', maka pada postingan kali ini aku mau bahas tentang Kartini's Day.  
Bulan April ini keknya emang jadi bulannya 'perempuan indonesia'. Well, tanggal 21 April kemarin kita baru aja memperingati Hari Kartini, seorang tokoh pahlawan perempuan Indonesia yang cukup terkenal dan berpengaruh. Perjuangan kartini yang elegan dengan basis politik dan diplomasi pada masa kolonial, berhasil membuat perempuan-perempuan Indonesia pada masa itu mendapatkan haknya, hak untuk bersekolah, mengenyam pendidikan setara dengan laki-laki dan lain-lain. 
Tanpa mengurasi rasa cinta kasih kita pada pahlawan perempuan Indonesia lainnya, yang juga dengan tenaga, harta dan pikirannya memperjuangkan hak perempuan dan bangsa Indonesia. Sosok seperti Tjut Nyak Dien, Dewi Sartika, Keumala Hayati, Tjut Meutia, Nyai Ahmad Dahlan dll yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu, atau bahkan tak sempat tercatat oleh sejarah. Semoga Allah senantiasa memberikan tempat terbaik bagi para pahlawan yang telah mendahului kita. Aamiin... :)



Well, dulu ibu Kartini berjuang menegakkan emansipasi wanita karena memang pada zaman kolonial dulu, akses perempuan untuk berkembang itu terbatas. Kalo kita bandingkan dengan zaman sekarang, tentunya sangat jauh berbeda ya gengs. Berkat usaha para pahlawan Indonesia terdahulu, perempuan Indonesia bisa berkembang lebih baik saat ini. Lihat aja sekarang, ada camat, bupati, walikota, anggota legislatif, menteri, bahkan Indonesia sempat dipimpin oleh presiden perempuan. Hal-hal tersebut merupakan bagian dari efek emansipasi wanita yang pernah diperjuangkan sebelumnya oleh para pahlawan kita. 

Nah.. terus gimana perempuan Indonesia saat ini ?
Apakah kita sudah benar-benar menghargai hak-hak yang diperjuangkan oleh ibu Kartini dan kawan-kawannya dulu ?
Apakah kita sudah benar-benar menerapkan 'emansipasi wanita' yang digaung-gaungkan itu ? 

Kalo dilihat dari potret perempuan Indonesia pada umumnya saat ini, banyak yang sudah memaknai emansipasi dengan baik, tapi banyak juga yang belum. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata emansipasi  berarti pembebasan dari perbudakan. Ya.. terbebas dari 'perbudakan'. Pasti kalian banyak yang mikir, "ya sekarang kan udah bukan zaman rodi atau romusha lagi, udah gak ada yang namanya perbudakan", atau... "sekarang mah perempuan Indonesia udah bebas merdeka, udah gak kek dulu".
Ya ya ya... mungkin sekarang kita udah lepas dari perbudakan kek zaman kolonial dulu, tapi hal itu nggak lantas buat kita terlepas dari perbudakan yang lainnya, apalagi di zaman yang penuh dengan teknologi dan terang benderang kek gini.

Kita hidup di era 2000-an, yang beberapa orang menyebutnya dengan era 'millenium', tapi sayangnya sekarang kita udah nggak ketemu sama 'Panji si Manusia Millenium' (ya.. kaleee... -__- hehe). Maka dari itu, kita juga sering disebut-sebut sebagai para generasi millennial. Yang lebih suka baca via internet, bukannya koran. Yang lebih seruan chatting via social media , ketimbang ketemu langsung. Yang hobby berkomentar di akun social media orang lain. Yang lebih bangga mendapat banyak likers dan followers karena gaya hidup yang mewah ala konglomerat, ketimbang melakukan hal positif dan bermanfaat orang lain (or do nothing for people around them). Well, inilah KITA.. Kita para millennials yang hidup di era millennium. Ya.. walaupun gak semua dari kita terpengaruh sama yang namanya gadget, tapi sedikit banyak gadget sudah mempengaruhi hidup kita (lah... bingung gak lu ? -__- hehe)

Percaya nggak percaya, teknologi udah approach kita sampe segitunya loh guys, sampe-sampe kadang kita nggak sadar kalo kita udah jadi budak teknologi, budaknya gadget. Ini parah guys ! Seriously parah !
Gadget yang bernyawa aja sedang udah bisa ngatur kita, gimana ke tahun-tahun berikutnya nanti ? :'(
Sekarang gak perlu lagi ada rodi sama romusha, lah gadget aja udah cukup buat kita lupa sama waktu, lupa sama tugas, lupa sama orangtua, bahkan lupa sama diri kita sendiri sebagai manusia. Ya... walaupun gak semua orang kena dampak negatif dari perbudakan gadget, tapi banyak juga saudara-saudara kita diluar sana yang hidupnya rusak gegara gadget. Ya... Alhamdulillah kalo masih ada yang bisa memanfaatkan gadget untuk hal yang positif, tapi tetep aja masih banyak juga yang gunain gadget untuk hal-hal yang negatif. Ya Allah semoga kita semua masuk di golongan yang pertama ya guys... :')

Karena aku lagi ngomongin kartini's day, dan kebetulan juga aku seorang perempuan, maka postinganku juga akan ngebahas tentang perempuan ya. Perempuan-perempuan millennial atau kita sebut aja Kartini millennial.
Sebenernya udah seberapa jauh sih kita menghargai diri kita sendiri sebagai seorang perempuan ?
Seperti yang aku bilang di atas, sadar gak sih kalo kita sekarang terkadang lebih mementingkan publisitas. Yang penting nge-top, yang penting banyak followers, yang penting a, yang penting b, gak tau dah apa yang kita kerjain itu sebenernya positif atau negatif. Ini yang kadang kita kelupaan guys, Ibu kartini dan pahlawan perempuan Indonesia lainnya itu memperjuangkan emansipasi adalah untuk membuat kita supaya bisa berkarya dan bermanfaat lebih banyak lagi. Well.., publisitas itu baik, tapi untuk hal-hal yang positif ya guys. Sadar gak sih kalo dalam hidup kita ini juga ada hak orang lain ? Orang lain berhak menerima manfaat dari kita loh...

Selain itu, kita juga kelupaan memanfaatkan peran kita sebagai seorang perempuan. Kalo kita adalah seorang pelajar perempuan, maka belajarlah dengan baik, bahagiakan dan banggakan orang tuamu dengan prestasi. Kalo kita adalah seorang guru, maka ajarkanlah anak-anak didik kita dengan penuh keikhlasan, ajarkan mereka berpakaian yang rapi, ajarkan mereka mengenal kodratnya sebagai seorang hamba Allah. Kalo kita adalah seorang istri, maka pastikan apapun yang kita berikan untuk keluarga kita adalah yang terbaik. Kalo kita adalah perempuan yang dikaruniai harta yang berlebih dari Allah, maka sedekahkan sebagiannya. Kalo kita adalah perempuan biasa yang masih merasa hidupnya pas-pasan, maka bersedekahlah dengan memberikan senyuman untuk orang disekitar. Kalo kita adalah seorang perempuan, alumni perguruan tinggi ataupun SMA biasa yang memiliki tetangga yang belum mampu membiayai anak-anaknya bersekolah, maka bantu mereka dengan membagikan sedikit ilmu yang pernah kita kecap. Dan masih banyak "kalo-kalo' lainnya lagi guys :')

Kita ini generasi millennial bukan generasi milea. Milea mah digombalin dikit, langsung berbunga-bunga, hatinya udah kek taman bunga (*ps : Maaf untuk para penggemar Dilan dan Milea :D). Perempuan itu harusnya kuat dengan realitas hidup yang ada. Kartini Millenial itu seharusnya mampu memanfaatkan gadget dengan baik dan untuk hal-hal yang bermanfaat aja hehe .
Pernah denger gak sih, "Wanita itu tiang Negara", kalo tiangnya aja udah rusak, gimana dengan negaranya coba. Gimana dengan Indonesia ? :'(
Well.. selagi kita masih punya kesempatan, yok.. berbuat lebih banyak. Kita harus inget sama peran kita sebagai seorang perempuan. Tentunya masing-masing dari kita punya peran yang beda-beda, entah itu peran kecil atau peran besar, maksimalkan yokkk... :)

Mungkin cukup itu postingan dari aku bahas tentang kartini millennial, semoga bermanfaat ya..
Kalo ada kata-kata yang salah ataupun menyinggung aku mohon maaf yang sebesar-besarnya ya, semoga ini bisa jadi bahan renungan dan pengingat buat kita semua..
Yang jelas, para pahlawan kita terdahulu udah banyak ngorbanin waktu, tenaga, pikiran, harta bahkan darah mereka guys, supaya kita bisa hidup bahagia kek sekarang. Jadi, menghargai jasa mereka dengan jadi kartini millennial juga bias jadi salah satu cara menghargai jasa-jasa mereka. Terlebih lagi merawat Indonesia dengan lebih baik. C U.... #lotsoflove

Wassalamu'alaikum..

Stay Happy !
 Lisa