Masih ingat, ketika kau mengungkap mimpi. Meminta
aku menampungnya dalam gelas-gelas kaca. Semuanya, meluap hingga kebingungan.
Masih ingat, ketika kau menyingkap keluh. Meminta
aku menampungnya dalam piring-piring beling. Semuanya, menggunung hingga
keresahan.
Masih ingat, tentang aku sebelum memulai kisah.
Memilih pergi tanpa sepatah kata terucap, menguras hatimu dengan ribuan
pertanyaan. Kisah-kisah klasik akan menjadi sahabat bagi masa lalu, sesekali
mereka akan bercengkrama tuk memandang tawa, canda, sedih dan marah yang telah
habis dimakan waktu.
Masih ingat, saat ku sampaikan pilihanku menuai
kasih, merangkai cita dalam alunan langkah baru. Lorong-lorong kecil yang kian terang benderang, akhirnya
sampai pula aku pada ujungnya.
Bumi yang terus berputar, perlahan menyeretku pada
pantai perpisahan. Memaksaku melihat matahari yang kan tenggelam. Seakan-akan
berbisik, "sampai bertemu di pangkalan surga".
Siang bergantian dengan malam, menjagaku hingga
terlelap. Melelapkan gundah, melenyapkan gusar dalam keheningan. Malam
mencintaiku seperti halnya bulan pada langit. Takkan hilang apalagi berpaling.
Kecuali awan-awan hitam yang berusaha merusak keharmonisan keduanya. Namun,
pagi akan segera membangunkanku. Menarik gelisah dalam palung hati,
menjemputnya untuk berlabuh lagi.
Setelahnya, akan ada rindu pada malam. Malam yang
memperbolehkan aku lupa sejenak pada beban diri. Malam yang mengizinkan aku
singgah pada mimpi-mimpi indah.
Setelahnya, akan ada jiwa yang harus berdamai. Damai
dengan embun-embun pagi dan matahari terbit.
Setelahnya, akan kembali seperti sedia kala.