Lautan ini terlalu luas, aku bahkan tak berharap sempat menemukan ujungnya. Hampir mati rasa tanganku mengayuh sampan. Hari demi hari perahu ini berlayar, mengarung bebas, lepas.
Lautan ini terlalu luas, aku bahkan tak cukup mampu melawan ombaknya. Hingga berpeluh keringat di pelipis, aku tak menganggap ini sadis.
Perahu ini kayu, beruntung bukan kertas. Masih terlihat tak sekuat baja, namun dia tak selemah yang kau kira. Menampung asa, aku kan segera sampai ke tujuan. Disambut dengan sekuntum mawar merah, aku melihatmu berdiri di seberang sana.
Perahu ini kayu, dia tak banyak pilihan. Sesederhana air yang mengalir ke muara. Tak pernah risau akan tersesat.
Perahu ini kayu, jangan biarkan dia karam ditelan lautan. Tenggelam bersama cita dan cinta yang sudah dinanti-nantikan. Atau malah tertangkap, terampok oleh perompak lain. Jangan biarkan.
Lambat laun, dia akan berlabuh jua. Mendekat pada tepiannya. Merapat pada dermaganya.
Jika aku berhak memilih, maka kau akan jadi labuhan terakhir bagi perahu ini. Aku temukan kau dermaga benderang di antara temaram.
Semoga bukan sekedar mimpi di siang bolong atau halnya menanti pelangi di malam hari.
Semoga saja.
Semoga saja.
-Lisa-