Prosa

Sebelum Memulai Kisah

11.46

Pagi ini, ceritamu sampai padaku. Gulungan kertas kecil dengan goresan hitam dibawa oleh merpati putih. Klasik sekali.

Sambil menyeruput kopi, aku membaca. Membaca rindu-rindu yang kau sajikan dalam untaian kata. Sambil menggigit biskuit, aku membaca. Membaca warna-warna harimu yang kau gambarkan dengan tinta.

Kau memujinya. Perahu kayu yang aku siarkan sampai ke negerimu kemarin, ia tak jadi karam. Tiba jua ia pada labuhannya. Labuhan yang bukan impian, namun mengasihinya. Labuhan yang penuh dengan keasingan, namun melindunginya. Hingga tergopoh-gopoh, ia tetap sampai ke tepian.

Kau menyadarinya. Aku yang pergi bersama kekalutanmu. Memilih sendiri, membuang keresahanmu. Memilih sendiri, mengendapkan lara-laramu. Memilih jauh untuk menyelamatkanmu.

Kau menangisinya. Aku yang hilang seperti asap. Terbang terbawa angin, kemudian buyar di udara. Menutup cerita di lembaran masa lalumu. Meniti langkah di lorong yang baru.

Kau melepaskannya. Aku yang dibawa arus laut dan ombak, takkan pernah kembali ke silam. Takkan menyapamu lagi di gubuk kecil, tempat kau biasa menyimpan mimpi.

Untuk merindangkan kebahagiaan, ternyata butuh jarak dan waktu. Seperti halnya kata-kata yang dipisahkan oleh spasi. Lebih indah dari pada terus bersambungan. Manis terbaca dari setiap sisi.


Aku katakan. Tentang pilihanku menuai kasih. Tentang suka dan duka yang tlah lalu. Aku katakan ini, sebelum memulai kisah baru.


Prosa

Perahu Ini Kayu

16.40

Lautan ini terlalu luas, aku bahkan tak berharap sempat menemukan ujungnya. Hampir mati rasa tanganku mengayuh sampan. Hari demi hari perahu ini berlayar, mengarung bebas, lepas.

Lautan ini terlalu luas, aku bahkan tak cukup mampu melawan ombaknya. Hingga berpeluh keringat di pelipis, aku tak menganggap ini sadis. 


Perahu ini kayu, beruntung bukan kertas. Masih terlihat tak sekuat baja, namun dia tak selemah yang kau kira. Menampung asa, aku kan segera sampai ke tujuan. Disambut dengan sekuntum mawar merah, aku melihatmu berdiri di seberang sana.



Perahu ini kayu, dia tak banyak pilihan. Sesederhana air yang mengalir ke muara. Tak pernah risau akan tersesat. 

Perahu ini kayu, jangan biarkan dia karam ditelan lautan. Tenggelam bersama cita dan cinta yang sudah dinanti-nantikan. Atau malah tertangkap, terampok oleh perompak lain. Jangan biarkan.

Lambat laun, dia akan berlabuh jua. Mendekat pada tepiannya. Merapat pada dermaganya.
Jika aku berhak memilih, maka kau akan jadi labuhan terakhir bagi perahu ini. Aku temukan kau dermaga benderang di antara temaram. 
Semoga bukan sekedar mimpi di siang bolong atau halnya menanti pelangi di malam hari. 
Semoga saja.


-Lisa-