Quote

Bicara Cinta

06.59

Assalamualaikum..

Kali ini, aku mau bicara tentang salah satu dari sekian banyak karunia Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Hidup adalah karunia dan nikmat yang Allah berikan pada kita secara cuma-cuma. kebesaranNya, keagunganNya, menjadikan manusia sebagai makhluk yang mulia dengan akal pikiran dan hati nurani. Semuanya kita dapatkan tanpa diminta, tanpa memohon. Allah menciptakan adam dan hawa yang kemudian diteruskan hingga ratusan, ribuan, jutaan, bahkan milyaran keturunannya untuk hidup di dunia hingga saat ini. Itulah Cinta. Cinta yang Allah berikan pada makhlukNya. Cinta Allah yang Maha Segala.

Semua yang hadir bukanlah tanpa alasan. Jika Allah mencintai adam dan hawa, mengapa mereka diturunkan ke bumi dari surga yang luar biasa indah ? Ya, karena sejatinya Allah memang cinta. Dia inginkan makhluknya belajar menjadi yang lebih baik. Dia mencintai dengan caraNya. Bumi dengan segala isinya, matahari, air, udara adalah rentetan paket lengkap yang kita terima secara cuma-cuma. Belum lagi dengan hal-hal lain yang pastinya tidak bisa disebutkan satu persatu karena kebesaranNya yang sungguh luar biasa.

Semua yang ada bukanlah tanpa alasan. Mulai dari butiran-butiran debu di jalan, daun-daun yang berguguran, hingga busa-busa air karena gulungan ombak di lautan, adalah rahmat yang harus kita syukuri. Hal-hal kecil yang kita anggap biasa, malah mungkin merusak dan mengganggu sesungguhnya hadir untuk melengkapi kehidupan kita. Tapi manusia tetaplah  manusia, terkadang lupa atas nikmatNya yang senantiasa tercurah.

Dia ciptakan manusia secara utuh, lengkap dengan kekurangan dan kelebihan. Lalu, mengapa ada saudara kita yang buta sejak lahir ? karena Allah memang cinta. Dia tak inginkan hambaNya melihat yang tak pantas. Dia jaga penglihatan hambaNya, tentuya agar ia terhindar dari dosa dan api neraka. Sungguh penjagaan yang luar biasa, bahkan tidak terlintas di benak jika kita hanya menginterpretasikan karunia Allah dari sisi yang negatif. Benar saja, segala kelebihan dan kekurangan adalah hikmah yang patut disyukuri.

Kehadiran kita di dunia ini juga karena cinta bukan ? Allah pertemukan kedua orang tua atas dasar cinta, yang kemudian menyayangi, mendidik, dan membesarkan kita dengan ikhlas. Dia berikan rezeki dengan caraNya. Dia berikan kita Alqur’an dan sunnah rasulullah sebagai pedoman hidup, bukan karena tanpa alasan, tapi karena Dia cinta. Dia ingin hambaNya tidak tersesat, karena dunia bagai hutan rimba yang luas nan liar. Dia berikan hambatan dan ujian pada hambaNya, bukan tanpa alasan, tapi karena Dia cinta. Dia ingin hambaNya selalu berdoa, hanya padaNya yang Esa.

Apalagi yang harus diragukan ? Adakah yang lebih mencintai kita lebih dari Allah ? Adakah yang memberikan segala sesuatu yang kita butuhkan lebih dari yang Allah karuniakan ? Apa ada yang lebih romantis  dari ayat-ayat cintaNya ?


Cintai Allah dan RasulNya yang pertama-tama dan yang paling utama. Raih cintaNya kemudian sebarkan ke seluruh penjuru dunia, dengan kelembutan dan ketulusan. Karena sesungguhnya, hidup kita lebih dari anugerah yang Dia berikan. 

Sadarlah wahai para hati, bagunlah wahai para hati. Yuk cintai Allah sepenuhnya ! insyaa Allah Dia akan menggiring kita pada hakikat cinta yang sebenarnya. Belajar mencintaiNya, RasulNya, dan KitabNya, tak akan berbuah sia.  

Bismillahirrahmanirrahiim.. J


Quote

Selamat datang kembali Lisa...

23.34

Hampir dua tahun, kita semua saling mengenal. Dimulai dengan  memintal benang dari kapas-kapas putih yang bersih. Menenunnya menjadi juntaian kain polos, yang kemudian kita beri warna bersama. Kita beri corak-corak aneh, unik, beragam, berbeda-beda satu dan lainnya. Karya-karya tangan anak manusia, terlukis jelas tiap milinya. Indah, penuh dengan cerita. Setitik warna pun bahkan bermakna.
Hari demi hari berlalu, menghantarkan kita pada titik persimpangan. Mengharuskan salah satu dari kita pergi untuk beberapa waktu yang cukup lama. Semuanya akan baik-baik saja, kalimat itu akan selalu menjadi penguat. Seperti bahan khusus yang kita ciptakan agar kain ini tetap terjaga ketebalannya. Karena kita tahu, jarak yang jauh bisa saja memutuskan ikatan dari kain ini. Hujan badai dan panas matahari, tidak menutup kemungkinan untuk kain ini menjadi lapuk, rapuh, kemudian robek begitu saja. Sayangnya, aku lupa. Lupa melapisi kain terbaik ini. Memang tidak sampai lapuk ataupun robek, namun corak uniknya perlahan hilang. Perubahan yang cukup sinifikan, jelas saja terlihat meski dipandang dari segi manapun. Kain ini tak lagi sama.

Kemudian semakin usang seiring waktu berjalan. Hampir tidak pernah kusadari, untuk sekedar mencuci kain itu. Membasuhnya dengan air yang harusnya kutimba sendiri. Terlanjur kotor dengan tanganku sendiri.

Tapi hidayahNya selalu datang kapan saja dan dari mana saja. Dia ingin aku bersihkan dengan air mata. Dia ingin aku yang pegang kainnya, mengharumkannya kembali dengan senyuman. Memerasnya dengan penuh kasih. Mengeringkannya di bawah matahari yang terik. Namun yakinlah, itu bukan hanya sekedar saja. Tapi Dia berikan makna tak ternilai.

Perubahan yang pernah terjadi bagaikan metamorphosis yang tidak sempurna. Ulat yang masih lugu terlalu memaksakan diri menjadi kupu-kupu yang cantik. Entahlah. Walaupun dan bagaimanapun yang terjadi pasti memiliki hikmah.

Namun sekarang semuanya kembali seperti sedia kala. Kita hanya butuh waktu untuk memahami diri sendiri. kita hanya perlu menata ruang hati kita kembali. Karena kita semua satu.

Untuk semuanya, Aku kembali pada satu nama, kembali karena cintaNya. Seberapapun jauh jiwa berkelana, ia akan kembali jua pada sang raga lama, pemiliknya yang sejati. Karena mereka sepasang kekasih yang sudah digariskan olehNya. Maafkan atas kain yang sempat kusam, sahabat :') ..
20 tahun penuh dengan warna, perubahan, dan pastinya berkah dan hikmah.


Selamat datang kembali Lisa… kembali tenang, kembali relax, kembali ke kehidupan sebelumnya J


Rindu moment-moment ini … :D















Prosa

Ruang

12.43

          Ada beberapa waktu tersisa untuk kita sekedar bersenda gurau. Tapi yang kurasa hilanglah sudah. Ruang yang pernah kita damba dahulu, kita damba bersama, tak meninggalkan bekas apapun kecuali lengang. Dinding putih yang berubah menjadi suram. Kursi-kursi pun tak bernyawa lagi. Bayangan-bayangan gelap yang selalu menyelimuti. Hanya untaian debu yang kulihat sangat bahagia, menari, mengelilingi, menutupi semua sisi yang ada bersama.
          
          Kita berangan-angan, merangkai dan menata segalanya dalam ruang. Menyusun semuanya dengan rapi, memperbaiki yang berantakan entah berantah. Vas-vas bunga nan indah mewarnai hari kita dalam ruang. Detik yang dilalui hampir jelas tak terasa, karena ruang ini tak pernah terasa hampa. Ruang yang biasa mendengarkan segalanya, celotehan, candaan, keluhan, dan amarah sekalipun. Inilah ruangku, mungkin juga ruang kita.
          
            Tapi ruang tinggalah ruang. Semua yang kurasa sempurna haruslah lenyap dalam sekejap. Ego kita yang tak berkesudahan menjadikannya berantakan. Bunga-bunga yang sempat kita rawat bersama kemudian layu, gugur satu persatu mahkotanya. Benteng pertahanan kita mampu ditembus sang debu.
          
              Kesadaran dan kesabaran yang ada kemudian sirna, hilang begitu saja. Nyanyian riang yang  dulunya selalu saja terputar, lekas terhenti. Karena kesalahanku kah ? Entahlah, entah bagaimana. Aku terlalu beralasan.
          
          Aku tak pernah melepaskan mimpiku barang sedetik pun. Aku tidak pernah berusaha melampiaskan dendam dalam noda hitam di dinding ruang ini. Aku tidak pernah berpikir membuat segalanya jadi berantakan. Jauh dari itu, aku sangat mengasihi ruang yang tak berdosa ini. Tapi aku tetaplah manusia. Ada ribuan alasan yang membuat diri ini harus bungkam. Aku ingin menjaga semuanya, semua yang ada dalam ruang ini. Ruang yang penat dan pengap, aku coba buatkan jendela yang lebih lebar.
          
          Semuanya berubah. Kita dan semuanya. Senyuman lebar kini bisa berganti jadi tatapan mengerikan. Walau aku yakin, gelombang maaf sebesar apapun tidak akan mampu menenggelamkan kekecewaanmu. Walau gelombang itu dibangun dengan air mataku sendiri. Apakah hati kita yang terlalu keras atau hanya akalku yang kurang sehat ? Entahlah.
          
              Ruang akan selalu dibutuhkan. Dalam sepi, dalam ramai, dalam sedih, dalam bahagia, dalam kecewa, ataupun dalam puas kelegaan. Ruang ini hanya perlu ditata kembali. Ruang ini hanya perlu diperbarui kembali. Ataukah kita butuh ruang yang baru ? Entahlah, mungkin saja.
         
           Mungkin saja ruang hati ataupun ruang hidup kita yang bermasalah. Tapi sejujurnya, semua ini bukanlah keinginan. Waktu dan keadaan yang tidak sepakat. Kedewasaan kita mungkin sedang diuji.

          Ruang.

          Ketahuilah, Aku tidak pernah pergi. :)  

Puisi

Kita

21.34

Kita...
Kita berada pada sudut yang berbeda
Bukan karena keinginan
Mungkin saja busur ini yang salah

Kita berada pada arah yang berbeda
Bukan karena kemauan
Mungkin saja penunjuk ini yang salah

Kita berada pada dunia yang berbeda
Bukanlah sebuah harapan
Mungkin saja jarak yang tak bisa bersahabat
Atau waktu yang tak memberi restu

Tapi keyakinanku satu
Hati kita masih sama
Gelombangnya, getarannya, mahadaya tak terbendung
Hati kita terus sama
Mencari ujung jalan, menyusuri gelapnya lorong,
Dan aku percaya
Hati kita selalu sama
Saat ini,
Sampai nanti.



- Tri Lisa Utami -

Puisi

Coretan Lalu

12.05

Akan ada masa ketika mata menjadi buta
Telinga menjadi tuli
Dan tubuh lumpuh tak bergerak

Akan ada masa ketika hati lebur tak tertata
Penyakit menggorogoti setiap porinya
Tanpa ampun tanpa sisa

Tapi raga hanyalah tandu
Sedangkan jiwa yang jadi pandu
Tak mati walaupun tak berwujud
Sama sekali



- Tri Lisa Utami-

Puisi

Lilin Putih saja

22.22

Bila hari itu tiba, aku berharap akan lilin putih saja.
Aku percaya sinar itu menuntun pada jalan yang benar.
Aku percaya tubuh ini akan selalu hangat karena perubahan energinya.
Aku percaya tiap tetesan yang mencair akan kembali membeku, setelahnya menjadi bahan bakar baru.

Bila hari itu tiba, aku berharap akan lilin putih saja.
Ketakutan dan kekhawatiran ku pastikan lenyap.
Keraguan dan kebimbangan ku pastikan terkubur dalam-dalam bersama dengan kegelapan.

Bila hari itu tiba, aku berharap akan lilin putih saja.
Mengkhayalkan cita-citaku terus menyala.
Tak seberapa besar tapi selalu mencoba bertahan hidup.
Di Kerajaan Penerang, lampu pijar akan menjadi raja dengan kekuatannya.
Obor akan menjadi mahapatih kerajaan.
Semangatnya terlihat dari kobaran api yang meletup-letup, membabi-buta, tak sabar melahap sekelilingnya.
Dan lilin putih akan jadi prajurit setia. Siap mematung dimanapun ditempatkan.
Membumi bersama setiap makhluk walaupun tak pernah dikenali. Kokoh.
Pengorbanan yang begitu keji, membakar diri sendiri demi secercah sinar yang kadang pun terabaikan.
Tanpa dendam, patriotisme-nya tercipta hingga akhir.
Dengan sisa potongan sumbu yang menghitam, dia berkarya. Lilin putih halus nan rapuh.

Bila hari itu tiba, aku berharap akan lilin putih itu saja.
Ya, cukup lilin putih itu saja.



(Untuk jiwa-jiwa yang padam)

-Tri Lisa Utami-